
Kasus Korupsi Pengadaan Chromebook – Kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook menjadi sorotan publik di Indonesia. Pengadaan ini dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) antara tahun 2019 hingga 2023, dengan nilai proyek hampir Rp9,9 triliun. Tujuan pengadaan ini adalah untuk mendukung program Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan meningkatkan kualitas pembelajaran digital di sekolah.
Chromebook dipilih karena dianggap ringan, efisien, dan mudah digunakan. Namun, implementasi di lapangan menimbulkan berbagai masalah. Banyak sekolah di wilayah terpencil tidak memiliki akses internet stabil, sehingga laptop ini tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Selain itu, peralihan sistem operasi dari Windows atau Linux ke Chrome OS menimbulkan kebingungan di kalangan guru dan siswa.
Dugaan korupsi muncul karena harga pengadaan dianggap terlalu tinggi, proses tender dinilai kurang transparan, dan terdapat kemungkinan mark-up anggaran. Hal ini mendorong penyelidikan oleh Kejaksaan Agung, yang kini sedang menelusuri bukti, dokumen, dan transaksi terkait proyek ini.
Beberapa pihak menilai bahwa proyek ini dilakukan tanpa kajian yang cukup terhadap infrastruktur dan kesiapan sekolah. Padahal keberhasilan pengadaan teknologi pendidikan sangat bergantung pada dukungan jaringan internet, kemampuan guru, serta kesiapan perangkat keras dan lunak.
Kontroversi dan Dampak Pengadaan Chromebook
Kasus ini menimbulkan kontroversi luas, baik dari sisi pendidikan maupun keuangan negara. Dari sisi pendidikan, banyak guru mengalami kesulitan mengimplementasikan program berbasis Chromebook karena keterbatasan jaringan internet dan minimnya pelatihan penggunaan perangkat. Hal ini membuat tujuan awal pengadaan—meningkatkan kualitas pembelajaran digital—belum tercapai.
Dari sisi keuangan, dugaan mark-up anggaran menjadi sorotan publik. Proyek bernilai hampir Rp9,9 triliun dianggap sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah sekolah yang benar-benar dapat menggunakan Chromebook secara maksimal. Beberapa pemerhati pendidikan dan anggaran menekankan bahwa seharusnya kementerian melakukan kajian lebih matang sebelum membeli perangkat dalam jumlah besar.
Selain itu, kasus ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana pendidikan. Dugaan korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengurangi kepercayaan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas kementerian. Masyarakat menuntut agar penyelidikan dilakukan secara terbuka dan adil, sehingga pelaku dapat diungkap dan ditindak tegas.
Kejaksaan Agung saat ini memeriksa dokumen pengadaan, kontrak, serta bukti-bukti transaksi yang terkait. Selain itu, pihak kementerian diminta memberikan klarifikasi mengenai proses pemilihan vendor, harga satuan Chromebook, dan alasan peralihan sistem operasi. Proses ini diharapkan dapat mengungkap siapa saja pihak yang terlibat dan apakah terjadi pelanggaran hukum.
Kasus ini juga menjadi sorotan internasional karena nilai proyek yang besar dan relevansinya dengan digitalisasi pendidikan. Para pakar menekankan bahwa pengadaan teknologi pendidikan harus disertai perencanaan matang, termasuk infrastruktur, pelatihan guru, dan evaluasi efektivitas.
Beberapa ahli pendidikan menekankan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap proyek pendidikan berskala besar. Korupsi dalam proyek pendidikan memiliki dampak ganda: merugikan negara dan menghambat kualitas pembelajaran generasi muda. Dengan pengawasan ketat, diharapkan proyek-proyek berikutnya dapat lebih efektif dan transparan.
Selain itu, kasus ini memunculkan diskusi mengenai strategi digitalisasi pendidikan di Indonesia. Penggunaan perangkat modern seperti Chromebook harus disertai kesiapan sumber daya manusia dan infrastruktur pendukung. Tanpa itu, proyek besar sekalipun tidak akan memberikan manfaat maksimal bagi siswa dan guru.
Kesimpulan
Kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek menjadi salah satu isu pendidikan dan keuangan yang paling hangat dibahas. Nilai proyek hampir Rp9,9 triliun menimbulkan pertanyaan tentang transparansi, efektivitas, dan akuntabilitas.
Kasus ini menunjukkan bahwa pengadaan teknologi pendidikan harus didukung perencanaan matang, termasuk kesiapan infrastruktur, pelatihan guru, dan evaluasi penggunaan perangkat. Selain itu, pengawasan ketat terhadap anggaran sangat penting agar dana pendidikan digunakan sesuai tujuan dan tidak disalahgunakan.
Publik menunggu hasil penyelidikan Kejaksaan Agung dengan harapan kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga. Bukan hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas pengelolaan proyek pendidikan di masa depan, sehingga generasi muda Indonesia benar-benar mendapatkan manfaat dari teknologi pendidikan yang dihadirkan.
Dengan demikian, kasus ini bukan sekadar soal korupsi, tetapi juga mengenai pentingnya transparansi, perencanaan, dan tanggung jawab dalam setiap proyek pendidikan. Semoga hasil penyelidikan dapat memberikan kejelasan dan menjadi langkah perbaikan bagi sistem pendidikan nasional.