Latar Belakang
Pemulihan Ekonomi Indonesia Pasca Kontraksi Pandemi Covid-19 – Pemulihan Ekonomi Indonesia Pasca Kontraksi Pandemi Covid-19Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi sebesar -2,07 persen pada tahun 2020. Hal ini mengakibatkan deflasi dan ketidakstabilan ekonomi, yang dipicu oleh pandemi Covid-19.
Pemerintah Indonesia menerapkan berbagai kebijakan untuk mengurangi penyebaran virus, tetapi langkah ini berdampak pada penurunan konsumsi Rumah Tangga (RT) dan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT). Keduanya berkontribusi besar terhadap kontraksi Produk Domestik Bruto (PDB). Konsumsi RT menurun dari 5,04 persen menjadi -2,63 persen, sementara LNPRT turun dari 10,62 persen menjadi -4,29 persen.
Konsumsi Pemerintah juga berkurang, dari 3,25 persen menjadi 1,94 persen, karena alokasi untuk infrastruktur dipotong, sementara anggaran kesehatan ditingkatkan untuk penanggulangan pandemi.
Selain konsumsi, investasi mengalami penurunan dari 3,25 persen menjadi 1,94 persen, memengaruhi perekonomian dan mengurangi lapangan kerja. Aktivitas perdagangan, baik ekspor maupun impor, juga turun drastis, dengan ekspor menyusut dari -0,87 persen menjadi -7,70 persen, dan impor dari -7,69 persen menjadi -17,71 persen. Penurunan ini mempengaruhi nilai ekspor neto saat perekonomian terkontraksi.
Untuk memulihkan ekonomi, pemerintah merumuskan strategi kebijakan yang optimis dan membutuhkan dukungan dari seluruh komponen masyarakat, termasuk Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah berperan penting dalam percepatan pemulihan dengan memahami struktur ekonomi, demografi, dan kondisi sosial ekonomi daerah saat pandemi. Tolak ukur utama untuk mendorong pemulihan ekonomi ada dalam kebijakan yang dirancang dalam APBD.
Kondisi perekonomian Indonesia setelah mengalami kontraksi
Pandemi Covid-19 mulai berdampak pada perekonomian Indonesia sejak awal kuartal II tahun 2020. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan mengakibatkan lockdown di beberapa kota untuk memutus rantai penyebaran virus. Kebijakan ini menyebabkan penurunan signifikan pada perekonomian, baik di sektor formal maupun non-formal, yang berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena banyak perusahaan tidak mampu membayar gaji. Selain itu, sejumlah perusahaan terpaksa tutup.
Kontraksi ekonomi ini dipicu oleh penurunan konsumsi, termasuk konsumsi sehari-hari. Pendapatan dari sektor transportasi udara juga terpengaruh, dengan PSBB membatasi mobilitas masyarakat. Sektor layanan udara mengalami penurunan pendapatan lebih dari Rp200 miliar. Pembatasan ini mengakibatkan wisatawan, baik domestik maupun asing, kesulitan melakukan perjalanan ke Indonesia. Dampaknya sangat terasa di Bali, yang bergantung pada pendapatan dari sektor pariwisata, di mana pendapatan hotel dan restoran turun sekitar 50 persen dari biasanya.
Kebijakan Pemerintah Pusat dalam pemulihan perekonomian
Keputusan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan ini direalisasikan bersama Pemerintah Daerah dan masyarakat karena keduanya berperan strategis menjalankan kebijakan dengan lancar bertujuan memulihkan perekonomian Indonesia.
Pemerintah melakukan kebijakan fiskal dengan harapan dapat mengurangi dampak negatif pada perekonomian Indonesia yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Selain itu, kebijakan ini bertujuan agar menggerakkan kembali usaha para pelaku usaha termasuk UMKM. Kebijakan fiskal mempunyai 3 (tiga) stimulus sebagai pergerakan perubahan, yaitu:
- Percepatan belanja Pemerintah
Pemerintah melakukan percepatan pencairan belanja modal, mempercepat penunjukan pejabat perbendaharaan negara, melaksanakan tender, mempercepat pencairan belanja bantuan sosial dan tranfer ke dana daerah dan desa. Tujuan percepatan ini mengarahkan agar dapat adaptasi dengan kebiasaan yang baru secara bertahap, menyelesaikan permasalahan yang terjadi pasca pandemi, dan penguatan reformasi untuk keluar dari middle income trap.
- Relaksasi pajak penghasilan
Pemerintah meringankan besaran pajak dengan menanggung pajak penghasilan Pasal 21, pembebasan impor pajak penghasilan yang terdapat pada Pasal 22, pengurangan pajak penghasilan Pasal 25, dan pengembalian PPN dipercepat. Selain relaksasi pajak penghasilan, pemerintah melakukan simplifikasi dan percepatan proses ekspor impor.
- Pemulihan ekonomi nasional dengan melaksanakan kebijakan Keuangan Negara melalui relaksasi APBN.
Relaksasi alokasi atau realokasi Belanja Pemerintah Daerah, Pemberian Pinjaman kepada LPS, Penerbitan SUN dan SBSN untuk dapat dibeli oleh Bank Indonesia , BUMN, investor korporasi dan/atau investor ritel. Penggunaan sumber anggaran alternatif antara lain SAL, dana abadi pendidikan, dan dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum.
Kondisi perekonomian Indonesia setelah adanya kebijakan dari Pemerintah Pusat
Berdasarkan kurva diatas menunjukkan bahwa kurva AD-AS yang terjadi disaat Indonesia mengalami kontraksi. Pada saat Indonesia mengalami kontraksi yang diakibatkan oleh menurunnya jumlah uang yang beredar menyebabkan kurva aggregat demand bergeser ke kiri. Pada saat penurunan ekonomi adanya pergeseran titik keseimbangan dari E1 menjadi E2 lalu perlahan bergerak menjadi E3.
Oleh karena itu, Pemerintah akan melakukan kebijakan fiskal berupa intensif pajak dan belanja membuat konsumsi belanja RumahTangga pada masyarakat meningkat. Selain itu, Pemerintah terus memantau kebijakan moneter dengan tujuan jumlah uang beredar akan meningkat dan menurunkan tingkat bunga. Manfaat dari penurunan tingkat bunga adalah meningkatnya daya tarik para investor untuk melakukan investasi sehingga membantu Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat dan memulihkan ekonomi Indonesia. Pemerintah harus melaksanakan kebijakan moneter agar mempertahankan jumlah uang yang beredar di masyarakat dan suku bunga yang mempengaruhi investasi.